Rabu, 31 Maret 2010

KOMUNIKASI TOTAL UNTUK ATR

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling penting dalam kehidupan manusia. Karena melalui bahasa manusia berinteraksi dengan manusia lainnya. Oleh karena itu manusia dituntut untuk dapaaat menguasai bahasa yang digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi dengan manusia lainnya. Namun, untuk menguasai bahasa harus melalui proses, artinya sebelum manusia menguasai bahasa, manusia harus terlebih dahulu mendengar, bahasa yang diucapkan orang lain. Melalui pendengaran manusia meniru perkataan yang dikatakan oleh orang lain. Begitupun dalam belajar bahasa. Anak normal dalam menguasai bahasa tidak begitu mengalami kesulitan, karena ia telah mampu mendengar sehingga secara otomatis mereka mampu meniru apa yang dikaatakan oleh orang lain. Dan melalui pengalaman ini mereka mampu mengungkapkan keinginannya melalui bahasa, sehingga akan terpenuhi kebutuhannya.
Berbeda dengan perkembangan bahasa Anak Tuna Rungu, pada aawalnya perkembangan bahasa mereka seperti anak normal, namun setelah masa meraban, mereka akan menjadi bisu. Konsosnan yang diucapkan pada masa meraban akan hilang satu persatu dan akhirnya huruf vokal akan hilang juga (Prof Ewing). Untuk itu mereka memerlukan metode-metode penbembangan dalam komunikasinya. Metode-metode ini jharus disesuaikan dengan saat terjadinya ketunarunguan, derajat kehilangan pendengaran, dan usia anak. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai metode oral, metode membaca ujaran, metode isyarat, metode manual, dan metode komtal (komunikasi total). Namun masing-masing metode ini mempunyai berbagai kelemahan dan kelebihan berdasarkan saat terjadinya ketunarungaun, usia penderita, dan derajat kehilangan pendengaran.
B. PERUMUSAN MASALAH
1. Jelaskan pengertian metode oral, metode isyarat, metode membaaca ujaran, metode manual, dan metode komtal!
2. Apakah kelemah dan kelebihan masing-masing metode diatas?

BAB II
PEMBAHASAN

1. METODE ORAL
A. Pengertian
Metode oral merupakan salah satu cara untuk melatih anak tunarungu agar dapat berkomunikasi secara lisan (verbal) dengan lingkungan orang mendengar. Agar anak tunarungu mampu berbicara dituntut adanya partisipasi dari orang-orang sekelilingnya, yaitu dengan melibatkan anak tuna rungu bicara secara lisan dalam setiap kesempatan.
Menurut Van Uden untuk keberhasilan dalam metode ini perlu menerapkan prinsip Cybernetik ( umpan balik, yaitu prinsip yang menekankan adanya suatu pengontrolann diri). Setiap gerak organ bicara yang menimbulkan bunyi, dirasakan dan diamati sehingga hal itu akan memberi umpan balik terhadap gerakannya yang akan menimbulkan bunyi selanjutnya.
Pendekatan oral didasarkan atas premis mendasar bahwa memperoleh kompetensi dalam bahasa lisan, baik secara reseptif maupun ekspresif, merupakan tujuan yang realistis bagi anak tunarungu. Kemampuan ini akan berkembang dengan sebaik-baiknya dalam lingkungan di mana bahasa lisan dipergunakan secara eksklusif. Lingkungan tersebut mencakup lingkungan rumah dan sekolah (Stone, 1997).
Elemen-elemen pendekatan oral yang sangat penting untuk menjamin keberhasilannya mencakup:
- Keterlibatan orang tua. Untuk memperoleh bahasa dan ujaran yang efektif menuntut peran aktif orang tua dalam pendidikan bagi anaknya.
- Upaya intervensi dini yang berfokus pada pendidikan bagi orang tua untuk menjadi partner komunikasi yang efektif.
- Upaya-upaya di dalam kelas untuk mendukung keterlibatan anak tunarungu dalam kegiatan kelas.
- Amplifikasi yang tepat. Alat bantu dengar merupakan pilihan utama, tetapi bila tidak efektif, penggunaan cochlear implant merupakan opsi yang memungkinkan Mengajari anak mengunakan sisa pendengaran yang masih dimilikinya untuk mengembangkan perolehan bahasa lisan merupakan hal yang mendasar bagi pendekatan oral. Meskipun dimulai sebelum anak masuk sekolah, intervensi oral berlanjut di kelas. Anak diajari keterampilan mendengarkan yang terdiri dari empat tingkatan, yaitu deteksi, diskriminasi, identifikasi, dan pemahaman bunyi. Karena tujuan pengembangan keterampilan mendengarkan itu adalah untuk mengembangkan kompetensi bahasa lisan, maka bunyi ujaran (speech sounds) merupakan stimulus utama yang dipergunakan dalam kegiatan latihan mendengarkan itu. Pengajaran dilakukan dalam dua tahapan yang saling melengkapi, yaitu tahapan fonetik (mengembangkan keterampilan menangkap suku-suku kata secara terpisah-pisah) dan tahapan fonologik (mengembangkan keterampilan memahami kata-kata, frase, dan kalimat). Pengajaran bahasa dilaksanakan secara naturalistik dalam kegiatan-kegiatan yang berpusat pada diri anak, tidak dalam setting didaktik. Pada masa prasekolah, pengajaran bagi anak dan pengasuhnya dilakukan secara individual, tetapi pada masa sekolah pengajaran dilaksanakan dalam setting kelas inklusif atau dalam kelas khusus bagi tunarungu di sekolah reguler. Setting pengajaran ini tergantung pada keterampilan sosial, komunikasi dan belajar anak
Pendekatan auditori-verbal bertujuan agar anak tunarungu tumbuh dalam lingkungan hidup dan belajar yang memungkinkanya menjadi warga yang mandiri, partisipatif dan kontributif dalam masyarakat inklusif. Falsafah auditori-verbal mendukung hak azazi manusia yang mendasar bahwa anak penyandang semua tingkat ketunarunguan berhak atas kesempatan untuk mengembangkan kemampuan untuk mendengarkan dan menggunakan komunikasi verbal di dalam lingkungan keluarga dan masyarakatnya. Pendekatan auditori verbal didasarkan atas prinsip mendasar bahwa penggunaan amplifikasi memungkinkan anak belajar mendengarkan, memproses bahasa verbal, dan berbicara. Opsi auditori verbal merupakan strategi intervensi dini, bukan prinsip-prinsip yang harus dijalankan dalam pengajaran di kelas. Tujuannya adalah untuk mengajarkan prinsip-prinsip auditori verbal kepada orang tua yang mempunyai bayi tunarungu (Goldberg, 1997).
Prinsip-prinsip praktek auditori verbal itu adalah sebagai berikut:
- Berusaha sedini mungkin mengidentifikasi ketunarunguan pada anak, idealnya di klinik perawatan bayi.
- Memberikan perlakuan medis terbaik dan teknologi amplifikasi bunyi kepada anak tunarungu sedini mungkin.
- Membantu anak memahami makna setiap bunyi yang didengarnya, dan mengajari orang tuanya cara membuat agar setiap bunyi bermakna bagi anaknya sepanjang hari.
- Membantu anak belajar merespon dan menggunakan bunyi sebagaimana yang dilakukan oleh anak yang berpendengaran normal.
- Menggunakan orang tua anak sebagai model utama untuk belajar ujaran dan komunikasi lisan.
- Berusaha membantu anak mengembangkan sistem auditori dalam (inner auditory system) sehingga dia menyadari suaranya sendiri dan akan berusaha mencocokkan apa yang diucapkannnya dengan apa yang didengarnya.
- Memahami bagaimana anak yang berpendengaran normal mengembangkan kesadaran bunyi, pendengaran, bahasa, dan pemahaman, dan menggunakan pengetahuan ini untuk membantu anak tunarungu mempelajari keterampilan baru.
- Mengamati dan mengevaluasi perkembangan anak dalam semua bidang.
- Mengubah program latihan bagi anak bila muncul kebutuhan baru.
- Membantu anak tunarungu berpartisipasi dalam kegiatan pendidikan maupun sosial bersama-sama dengan anak-anak yang berpendengaran normal dengan memberikan dukungan kepadanya di kelas reguler.
B. Kelemahan metode oral:
 Berdasar saat terjadinya kehilangan pendengaran
Apabila kehilangan pendengaran terjadi sejak saat lahir maka anak akan sulit mempelajari metode ini, karena sejak kecil ia tidak pernah memperoleh informasi bahasa melalui pendengaran sehingga mengalami kesulitan dalam menyampaikan keinginan dengan metode oral darena kemiskinan bahasa.
 Berdasar derajat kehilangan pendengaran
a. semakin berat derajat kehilangan pendengaran seorang maka semakin sulit mempelajari metode ini, karena sejak kecil ia tidak pernah memperoleh onformasi bahas melalui pendengaran sehingga mengalami kesulitan dalam menyampaikan keinginan dengan metode oral darena kemiskinan bahasa.
b. Meskipun dalam lingkungan auditer terbaik, jumlah bunyi ujaran yang dapat dikenali oleh tunarungu berat secara cukup baik untuk memungkinkannya memperoleh gambaran yang lengkap tentang struktur sintaksis dan fonologi bahasa itu terbatas. Tetapi ini tidak berarti bahwa penyandang ketunarunguan yang berat sekali tidak dapat memperoleh manfaat dari bunyi yang diamplifikasi. Yang menjadi masalah besar dalam hal ini adalah bahwa individu tunarungu jarang dapat mendengarkan bunyi ujaran dalam kondisi optimal. Faktor-faktor tersebut mengakibatkan individu tunarungu tidak dapat memperoleh manfaat yang maksimal dari alat bantu dengar yang dipergunakannya. Di samping itu, banyak penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar alat bantu dengar yang dipergunakan individu tunarungu itu tidak berfungsi dengan baik akibat kehabisan batrai dan earmould yang tidak cocok.
 Berdasar usia anak
Usia anak yang masih kecil juga mempersulit penyampaian bahasa melalui metode oral, karena pengalaman bahasa yang diperoleh anak baru sedikit mengingat usia anak masih kecil.
C. Kelebihan metode oral
 Berdasar saat terjadinya
Bila terjadinya setelah anak-anak maka anak akan lebih mudah mempelajari dan menggunakan metode oral dalam kehidupan sehari-hari karena selain mudah dimengerti oleh lingkungan ia juga telah menguasai bahasa oral ketika pendengarannya masih normal.
 Berdasar Usia Anak
a. Semakin besar usia anak maka semakin Memotivasi anak untuk berbicara secara lisan.
b. Keuntungan utama pendekatan oral ini adalah bahwa anak mampu berkomunikasi secara langsung dengan berbagai macam individu, yang pada gilirannya dapat memberi anak berbagai kemungkinan pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan sosial. Geers dan Moog (1989 dalam Stone, 1997) melaporkan bahwa 88% dari 100 siswa tunarungu usia 16 dan 17 tahun yang ditelitinya memiliki kecakapan berbahasa lisan dan memiliki tingkat keterpahaman ujaran yang tinggi. Kemampuan rata-rata membacanya adalah pada tingkatan usia 13 hingga 14 tahun, yang hampir dua kali lipat rata-rata kemampuan baca seluruh populasi anak tunarungu di Amerika Serikat.
c. menurut Hasil penelitian terhadap sejumlah tamatan program auditori verbal di Amerika Serikat dan Kanada (Goldberg & Flexer, 1993, dalam Goldberg, 1997) menunjukkan bahwa mayoritas responden terintegrasi ke dalam lingkungan belajar dan lingkungan hidup "reguler". Kebanyakan dari mereka bersekolah di sekolah biasa di dalam lingkungannya, masuk ke lembaga pendidikan pasca sekolah menengah yang tidak dirancang khusus bagi tunarungu, dan terlibat dalam kegiatan-kegiatan masyarakat. Di samping itu, keterampilan membacanya setara atau lebih baik daripada anak-anak berpendengaran normal (Robertson & Flexer, 1993, dalam Goldberg, 1997).
 Berdasar Derajat kehilangan pendengarannya
Semakin berat derajat kehilangan pendengarannya maka semakin memotivasi anak untuk belajar metode oral ini, karena mereka merasa benar-benar sulit dlam meemakai metode ini.
2. MEMBACA UJARAN
Anak tunarungau akan mengalami kesulitan dalam pengamatan suara melalui pendengaran, oleh karena itu ia harus menangkap bunyi atau suara seseorang melalui pengelihatan. Dalam dunia pendidikan disebut metode membaca ujaran.
a. Pengertian
Membaca ujaran adalah suatu kegiatan yang mencakup pengamatan visual dari bentuk dan gerak bibir lawan bicara sewaktu dalm proses bicara. Membaca ujaran mencakup pengertian atau pemberian makna pada apa yang di ucapkan lawan bicara diman ekspresi mukia dan pengetahuan bahasa turut berperan.
b. Kelemahan metode membaca ujaran:
 Berdasar derajat kehilangan pendengaran
a. Banyak penelitian yang telah dilakukan tentang keterpahaman ujaran anak tunarungu pada berbagai tingkatan ketunarunguannya. Keterpahaman ujaran individu tunarungu bervariasi dari hampir normal hingga tak dapat dipahami sama sekali, kecuali oleh mereka yang mengenalnya dengan baik.
b. Hasil penelitian yang terkenal adalah yang dilakukan oleh Hudgins dan Numbers (1942), yang menganalisis ujaran 192 anak tunarungu berat dan berat sekali. Mereka menemukan bahwa kekurarngan dalam ujaran anak-anak ini adalah dalam hal ritme dan pemengalan frasa, suaranya agak monoton dan tidak ekspresif, dan tidak dapat menghasilkan warna suara yang alami. Mereka juga menemukan bermacam-macam kesalahan artikulasi pada bunyi-bunyi ujaran tertentu (kesalahan artikulasi vokal biasanya lebih sering daripada konsonan). Hudgins dan Numbers menemukan bahwa kurang dapat dipahaminya ujaran individu tunarungu itu lebih banyak diakibatkan oleh tidak normalnya ritme dan pemenggalan frasa daripada karena kesalahan artikulasi.
c. Tidak semua bunyi dapat terlihat pada bibir misal huruf huruf k, x, atau s
Adanya kesamaan antara berbagai bentuk bunyi bahasa, misalnya bunyi bahasa bilabial (p, b, m), dental (t,d,n) akan terlihat mempunyai bentuk yang sama pada bibir. Hanya sekitar 50% bunyi ujaran bahasa Inggris dapat terlihat pada bibir (Berger, 1972). Di antara 50% lainnya, sebagian dibuat di belakang bibir yang tertutup atau jauh di bagian belakang mulut sehingga tidak kelihatan, atau ada juga bunyi ujaran yang pada bibir tampak sama sehingga pembaca bibir tidak dapat memastikan bunyi apa yang dilihatnya. Hal ini sangat menyulitkan bagi mereka yang ketunarunguannya terjadi pada masa prabahasa. Seseorang dapat menjadi pembaca ujaran yang baik bila ditopang oleh pengetahuan yang baik tentang struktur bahasa sehingga dapat membuat dugaan yang tepat mengenai bunyi-bunyi yang "hilang" itu. Jadi orang tunarungu yang bahasanya normal biasanya merupakan pembaca ujaran yang lebih baik daripada tunarungu prabahasa, dan bahkan terdapat bukti bahwa orang non-tunarungu tanpa latihan dapat membaca bibir lebih baik daripada orang tunarungu yang terpaksa harus bergantung pada cara ini (Ashman & Elkins, 1994).
d. Lawan bicara harus terus berhadapan dengan tuna rungu
e. Bicara tidak boleh terlalu cepat, lambat, pengucapan kat yang di kulum, dan eksprisi muka yang kurang jelas juga dapat mempengaruhi penerimaan bahasa oleh anak tuna rungu
f. Membaca ujaran tidak akan berhasil jika penggunaanya hanya pada waktu latihan saja, ini harus dilakukan secara rutin.
 Berdasar Usia Anak
a. Sebelum memiliki keterampilan berbicara anak harus sudah bisa membaca ujaran.
b. Banyak oraang tua kesulitan melaatih anak usia kecil karena mereka sulit dilatih yaitu mudah bosan, tidak mau konsentrasi, dll.
c. Banyak kata lepas yang tidak dapat dijelaskan dengan gambar secara fisik, misal jarang, maupun, walaupun, namun, dll.
 Berdasar saat terjadinya
Bila terjadinya setelah anak dewasa maka anak akan mengalami kesulitan dalam memahami bahasa melalui membaca ujaran, karena mereka telah terbiasa dengan mendengar. Apalagi kalau kehilangan pendengaran itu sangat berat mereka akan benar-benaar kesulitan karena tidak terbiasa.
Kelemahan sistem baca ujaran ini dapat diatasi bila digabung dengan sistem cued speech (isyarat ujaran). Cued Speech adalah isyarat gerakan tangan untuk melengkapi membaca ujaran (speechreading).
Delapan bentuk tangan yang menggambarkan kelompok-kelompok konsonan diletakkan pada empat posisi di sekitar wajah yang menunjukkan kelompok-kelompok bunyi vokal. Digabungkan dengan gerakan alami bibir pada saat berbicara, isyarat-isyarat ini membuat bahasa lisan menjadi lebih tampak (Caldwell, 1997). Cued Speech dikembangkan oleh R. Orin Cornett, Ph.D. di Gallaudet University pada tahun 1965. Isyarat ini dikembangkan sebagai respon terhadap laporan penelitian pemerintah federal AS yang tidak puas dengan tingkat melek huruf di kalangan tunarungu lulusan sekolah menengah.
c. Kelebihan metode membaca ujaran
 Berdasarkan saat terjadinya
Apabila terjadinya setelah anak dewasa maka akan sangat menguntungkan anak , karena anak telah mempunyai bekal bahasa yang cukup, jadi tidak akan menyulitkan.
 Berdasar Usia Anak
Membaca ujaran merupakan alternatif paling baik dalam memperoleh bahasa reseptif. Sehingga ketika dewasa anak akan mampu memahami bahasa orang lain melalui ujaran.
 Berdasar Derajat Kehilangan Pendengaran
Memahami bahasa melalui ujaran sangat menguntungkan bagi anak tuna rungu, apalagi yang menderita derajat kehilangan tingkat tinggi atau tuli, karena mereka sama sekali tidak mampu mendengar, sehingga dengan metode membaca ujaran ini sangat membantu mereka.
3. METODE MANUAL
a. Pengertian
Metode manual yaitu suatu cara mengajar dan atau melatih anak tuna rungu untuk berkomunikasi dengan isyarat dan ejaan. Bahas amanual atau bahasa isyarat mempunyai unsur gesti atau gerakan tangan yang ditangkap melalui penglihatan atau suatu bahasa yang menggunakan modalitas gesti visual. Bahasa isyarat ini memiliki beberapa komponen yaitu:
 Ungkapan badaniah
 Bahasa isyarat total
 Bahasa isyarat formal
b. Kelebihan metode manual
 Berdasar saat terjadinya
Apabila terjadinya sejak lahir anak lebih mudah menggunakn karena telah terbias adan terlatih, walaupun metode ini bukan metode yang utama untuk dianjurkan digunakan. Bila terjadinya telah dewasa maka ini sangat membantu karena mereka kesulitan memahami ujaran, dan bahasa isyaraat mudah di pelajari.
 Berdasar Derajat kehilangan pendengarnnya
Apabila derajat kehilangan pendengarannya sangat tinggi maka akan lebih mudah menggunakn karena lebih mudah dipelajari daripada metode membaca ujaran yang mereka benar-benar tidak memahami , walaupun metode ini bukan metode yang utama untuk dianjurkan digunakan.
 Berdasar usia anak
Anak biasanya lebih suka menggunakan bahasa manual daripada bahasa lisan, jadi ini sangat mudah dipelajari oleh anak, apalagi kalau usianya masih muda, namun metode ini jangan dijadikan metode utama karena tidak semua orang mengerti.
c. Kelemahan Metode Manual
Untuk masing-masing penyebab kejadian apakah itu usia anak, derajat kehilangannya, dan kapan terjadinya, kelemahnnya hampir sama
 menyebabkan terasingnya anak tuna rungu ari masyarakaat pada umumnya
 bahasa manual dipandang negatif oleh masyarakat karena dinilai kurang dapat meragakan pikiran yang abstrak, kurang fleksibel, dan kurang berdiferensiasi.
 Ashman & Elkins (1994) mengemukakan bahwa bahasa manual yang baku memberikan gambaran lengkap tentang bahasa kepada tunarungu, sehingga mereka perlu mempelajarinya dengan baik. Akan tetapi tidak semua siswa tunarungu menggunakan bahasa manual, terutama yang pengajarannya menggunakan metode oral/aural.
 Tidak semua orang mengerti bahasa isyarat sehingga memungkinkan terhambat ya komunikasi.



4. METODE ISYARAT
a. Pengertian
 Suatu ungkapan manual dalam bentuk isyarat baik bersifat konvensional, sama persis dengan bahasa lisan,dll.
 Bahasa isyarat di bagi menjadi:
a. Bahasa isyarat Lokal
b. Bahasa isyarat Formal
b. Kelemahan bahasa isyarat :
Untuk masing-masing penyebab kejadian apakah itu usia anak, derajat kehilangannya, dan kapan terjadinya, kelemahnnya hampir sama
 menyebabkan terasingnya anak tuna rungu ari masyarakaat pad umumnya
 bahasa isyarat dipandang negatif oleh masyarakat karena dinilai kurang dapat meragakan pikiran yang abstrak, kurang fleksibel, dan kurang berdiferesiasi.
 Ashman & Elkins (1994) mengemukakan bahwa bahasa isyarat yang baku memberikan gambaran lengkap tentang bahasa kepada tunarungu, sehingga mereka perlu mempelajarinya dengan baik. Akan tetapi tidak semua siswa tunarungu menggunakan bahasa isyarat, terutama yang pengajarannya menggunakan metode oral/aural.
c. Kelebihan bahasa isyarat
Untuk masing-masing penyebab kejadian apakah itu usia anak, derajat kehilangannya, dan kapan terjadinya, kelemahnnya hampir sama
sistem isyarat ini adalah mudah dipelajari (hanya dalam waktu 18 jam), dapat dipergunakan untuk mengisyaratkan segala macam kata (termasuk kata-kata prokem) maupun bunyi-bunyi non-bahasa. Anak tunarungu yang tumbuh dengan menggunakan cued speech ini mampu membaca dan menulis setara dengan teman-teman sekelasnya yang non-tunarungu (Wandel, 1989 dalam Caldwell, 1997).
5. METODE KOMTAL
anak tuna rungu tidak dapat berkomunikasi dengan mengandalkan bahasa lisan atau oral saja. karena bahasa lisan anak tuna rungu tidak dapat berkembang secara wajar. mereka miskin dalam lambang bahasa, terutama lambang bahasa lisan. sebagai akibtnya mereka menggunakan cara lain sebagai penganti bahasa lisan yaitu dengan isyarat. isyarat-isyarat yang mereka gunakan sangat beraneka ragam sehingga sulit dipahami oleh lawan bicaranya. masyarakat mendengar mengalami kesulitan dalam memahami isyarat yang mereka gunakan, sehingga anak tunarungu mengalami hambatn dalam penyesuaian diri denganmasyarakat. Mereka terisolir, sehingga keadaan tersebut dapat menimbulkan gangguan pdikologis dalam bentuk wujud ras arendah diri, mersa terasing, daan sikap-siap frustasi lainnya.
Komunikasi total pada prinsipnya menekankankan bahwa setiap anak tuna rungu berhak ats segla saarana komunikasi yaitu bicara, membaca ujaran, menulis, ” mendengar”, membaca, ejaan jari, isyarat, dan sebagainya. Komunikasi total bukanlah merupakan suatu konsep yang sama sekali baru tetapi lebih merupakan suatu idea atau konsep lama yang kemudian mendapat perumusan baaaru setelah diperkuat dengan data penelitian dan perkembangan ilmu pengethuan yang mutkhir.
a. Pengertian
 Menurut Denton ( 1970)
 komtal merupakan keseluruhan spektrum daari modus bahasa yakni isyarat yang di buat anak, bahasa isyarat yang baku, bicara, membaca ujaran, menulis, dan sisa pendengaran. Menurut Brill (1986) dalam seminar London mengatakan
komtal meliputi penggunaan salh satu modus aatau semua cara komunikasi yaaitu penggunaan sistem isyarat, ejaan jari, bicara, baaca ujaran, amplifikasi, gesti, pantomimik, menggambar, dan menulis, serta pemanfaatan sisa pendengaran sesuai keburuhan dan kemampuan perorangan.
 Menurut Garretson (1976)
Komtal bukan merupakan suaatu metode ataupun car amengajar tertentu melainkan merupakan suatu pendekatan falsafah yang memungkinkan terciptanya suatu iklim komunikasi yang luwes bagi kaum tuli.
 Menurut Hyde, M Gravalt, Austrlia, 1983)
Komtal menggambarkan suatu falsafah tentang komunikasi bukan suaaati metode pengajaran atau cara komunikasi melainkan dapat diumpamakan sebaagai tujuan pendidikan. Tujuannya adlah mengungkapkan bahasa yang digunakan masyarakat dalam berbagai cara (meliputi bicara, baca ujaran, isyarat, ejaan jari, membaca, dan menulis) sehingga memungkinkan komunikasi yang lengkap.
 Komtal adalah salah satu falsafah yang mencakup cara komunikasi oraal, aural, dan manual sehingga terjadi komunikasi yang efektif dengan dan diantara kaum tuna rungu.
 DAPAT DISIMPULKAN
Dari beberapa pendapat d imuka dapat disimpulkan bahwa komtal adalah konsep pendidikan bagi kaum tuna rungu yang menganjurkan di gunakannya semua media komunikasi untuk meningkatkan keterampilan berbahasa. Konsep ini bisa diterima berdasarkan beberapa alasan antaralain:
a. Kaum tuna rungu mempunyai hak memilih media komunikasi yang cocok sesuai dengan keadaan fisiknya. Karena kemampuan mendengar yang terbatas, maka media komunikasi yang cocok bagi mereka adalah media yang tidak terlalu menuntut penggunaan pendengaran.
b. Pemakaian media komunikasi yang cocok meningkaatkan keberhasilan berkomunikasi. Hal ini akan mempertebal rasa percaya diri kaum tuna rungu.
c. Salah satu bentuk media yang digunakan dalam komunikasi total adalah isyarat yang memiliki perbedaan makna visual.
Tujuan penerapan komunikasi total adalah meningkatkan keterampilan berbahasa dalam segala aspek. Karena itu komponen komunikasi total yaituisyarat dan ejaan adalah konsep yang membedakan komunikasi total dengan konsep lainnya.
b. Kelebihan Metode KOMTAL
Untuk masing-masing penyebab kejadian apakah itu usia anak, derajat kehilangannya, dan kapan terjadinya, kelemahnnya hampir sama
 Metode komtal lebih efektif digunakan karena memadukan berbagai metode-metode komunikasi.
 Apabila dalam berkomunikasi dengan masyarakat luar bisa menggunakan alternatif metode-metode lain jika mereka tidak mengerti maksud anak tuna rungu.
 Anak tuna rungu lebih mudah bergaul karena mereka menguasai berbagai metode, sehingga dapat menyesuaikan diri.
 Masyarakat akan menerima keadaan anak tuna rungu karena tidak ada hambatan dalam berkomunikasi.
c.Kelemahan Metode KOMTAL
 Tidak semua anak tuna rungu dapat menguasai berbagai metode yang dipadukan
 Kebiasaan anak yang hanya menggunakan satu metode komunikasi saja semakin mempersulit metode ini

















1 komentar:

  1. mksh mbak,,
    hehehe

    blog mbak sangat bermanfaat bgt bwt sumber tgsny Pak Pri,,
    tingkatkan lagi yach mbak,,

    BalasHapus